Makalah Al-'Ashr

A.    Asbabun Nuzul Surat Al-‘Ashr
Asbabun nuzul surat al Ashr adalah kebiasaan bangsa arab apabila tiba waktu sore, mereka sering duduk-duduk tanpa ada aktifitas, mereka bercakap-cakap membicarakan urusan kehidupan dunia dan bercerita tentang urusan dunia pula. Mereka menceritakan tentang kemegahan asal-usul nenek moyang, kedudukan, kekayaan, kejayaan hidup dan lain-lain. Sehingga bisa mengakibatkan pertengkaran, muncul rasa iri yang menimbulkan pertikaian, permusuhan dalam masyarakat. Melihat keadaan demikian, sebagian mereka ada yang menyalahkan waktu ashar atau waktu sore, dengan mengatakan bahwa waktu ashar adalah waktu yang celaka atau waktu naas, sehingga mereka mengatakan waktu sore banyak bahayanya. Demikian menurut penjelasan Syekh Muhammad Abduh.
Berkenaan dengan keadaan itu, turunlah surat Al-‘Ashr yg memberi penjelasan bahwa waktu ashar tidak salah, kesalahannya terletak pada manusia yang menggunakan waktu ashar untuk hal-hal yang tidak benar.

ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
1.  Demi masa.
2.  Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat- menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

B.     Tafsir Surat Al-‘Ashr
ÎÇÊÈ  ŽóÇyèø9$#ur
“Demi masa”
Menurut Ibn Abbas, kata “al-ashr” adalah masa atau waktu yang di dalamnya berlangsung segala perbuatan manusia, amalan baik maupun buruk. Atau zaman yang amat panjang.[1]
Sementara Zayd in Aslam berkata “maksudnya adalah waktu ashar”. Bangsa arab dahulu mempunyai kebiasaan berkumpul di waktu asar (beberapa saat sebelum terbenamnya matahari) untuk berbincang-bincang tentang apapun yang menjadi perhatian mereka. Dalam pembicaraan itu, terkadang menggunakan kata-kata yang tidak baik sehingga mereka seolah menganggap waktu adalah sesuatu yang tercela. Maka Allah SWT bersumpah demi waktu, untuk mengingatkan bahwa waktu itu sendiri bukanlah sesuatu yang patut dicela.
Pada hakikatnya, waktu dapat diisi dengan kebaikan maupun kejahatan. Waktu juga sebagai ‘wadah’ bagi proses berlangsungnya urusan-urusan agung Allah SWT seperti dalam hal penciptaan, pembagian rezeki, dan lain sebagainya.
¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian”
Allah telah bersumpah demi waktu secara umum, atau dengan waktu khusus seperti yang dijelaskan diatas, sesungguhnya manusia dalam kerugian. Digunakannya kalimat ini untuk memberikan penekanan tentang pentingnya tema yang dibahas dalam surah ini, yaitu bahwa semua yang disebut ‘manusia’ sebagaimana yang telah dipahami yaitu manusia yang berakal dan sudah dewasa (baligh).
žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# …..
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh……”
Manusia dalam kerugian kecuali yang beriman dan beramal sholeh. Orang-orang beriman adalah mereka yang membenarkan kebaikan. Manusia akan menyadari ada hakim tertinggi bagi diri mereka dan bagi alam semesta ini, Yang Maha member pahala dan menghukum, dan manusia sadar bahwa aka nada balasan atas semua perbuatan mereka. Maka dari itu manusia mengerjakan amal-amal shaleh, yaitu amal-amal yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, bangsanya, dan lain-lain, serta tidak menimbulkan mudharat bagi orang lain. Dan diantara amal sholeh itu  adalah seruan kepada kebenaran dan kesabaran.
……    d,ysø9$$Î/#öq|¹#uqs?ur ….
“…dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran…”
Kata ‘Al-Haq’ disini berarti kebenaran yang pasti atau syariat agama yang shahih. Yaiu yang ditunjukan oleh dalil yang tak diragukan. Setelah seseorang tau akan kebenaran yang pasti maka akan mengajak kepada orang lain agar dapat menolak kepada prasangka yang batil, membebaskan akal dari hal-hal yang merugikan..
 ÇÌÈ ÎŽö9¢Á9$$Î/ #öq|¹#uqs?ur ….
“….dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Kesabaran adalah suatu kekuatan jiwa yang membuat orang menjadi tabah ketika menghadapi kesulitan atau cobaan dalam pelaksanaan pekerjaan yang baik.  Maka syarat utama untuk meraih keselamatan adalah dengan bersikap tabah dan sabar.[2]

C.    Implikasi Surat Al-‘Ashr dalam Pendidikan
Sebagai seorang calon pendidik kita dapat mengambil pesan edukatif di dalamnya yaitu bagaimana seharusnya kita semakin mempertebal keimanan kepada Allah swt, semakin meningkat kadar rukun iman kita agar kita tidak termasuk kedalam orang-orang yang merugi. Isilah waktu yang kita miliki ini juga untuk beramal sholih sebagaimana yang tercantum dalam surat ini sebagai real action atas keimanan kita. Selain amal sholih satu hal lagi yang disebutkan dalam surat didepan adalah tentang keharusan dalam berdakwah, yaitu saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Inilah hal yang tersirat sebagai seorang pendidik, harus memiliki iman dan perilaku sholih (sesuai dengan 4 syarat seorang pendidik), yang kemudian barulah kita dapat melakukan pendakwahan kepada orang lain. Setengah pertama dari pesan surat al-‘ashr yaitu iman dan amal adalah mencukupkan dirinya, dan setengah pesan yang kedua yaitu menasehati dalam kebenaran dan kesabaran adalah mencukupkan orang lain. Hal tersebut dapat kita ambil nilai sosial dan kemaslahatannya bagi orang banyak dan merupakan kesempurnaan amal seseorang hidup di dunia ini.
Satu hal lagi yang mendasari ketiga aspek yang terkandung di dalam surat Al-‘Ashr adalah keharusan kita untuk berusaha menguasai berbagai ilmu, karena jika tidak dilandasi ilmu yang mantap, ketiga aspek (iman, amal sholih, dakwah) tidak akan berbobot dan bisa jadi sebaliknya akan menjerumuskan diri sendiri dan orang lain.
Menurut penuturan prof. Quraish Shihab pesan atau kontektualisasi yang dapat diambil dari surat ini adalah:
1.      Hargai waktu
2.      Bagilah dengan proposional
3.      Ingatlah bahwa penyesalan itu di akhir ketika sudah “ashr”
4.      Tidak ada waktu yang jelek, yang ada hanyalah amalan kita asing-masing.



[1] Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma, diterjemahkan dari kitab tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Juz ‘Amma) karya Syaikh Muhammad Abduh oleh Muhammad Bagir, (Bandung : Penerbit Mizan, 1998) hal. 309.
[2] Ibid., hal. 312

0 komentar:

Post a Comment

 
Al-Hikmah Sejalan Blog Design by Ipietoon